Minggu, 15 Mei 2011

RESUME


Konsepsi mahkamah Konstitusi
Semenjak terjadinya reformasi tahun 1998 study mengenai konstitusi dan hukum tata negara berkembang pesat di indonesia. Jurusan hukum tatanegara atau program studi hukum konstitusi difakultas hukum diberbagai perguruan tinggi ditanah air yang semula kurang diminati menjadi kebanjiran peminat. Banyak mahasiswa kini yang tertarik mengambil program studi hukum tata negara. Ini salah asatu dampak positif dari reformasi.
Pada saat reformasi bergulir, isu utama yang muncul kepermukaan adalah reformasi politik yang diyakini harus didahilui reformasi konstitusi. Alasanya, konstitus merupakan desain legal yang menjadi dasar aturan main dalam politik. Baik buruknya sistem politik akan sangat di tentukan oleh konstitusi yang mendasarinya. Jika konstitusi cukup ketat mengatur aturan main politik berikut inplementasinya akan bagus, begitupun sebaliknya.
Reformasi konstitusi diperjuangkan sedemikian rupa, melalui pro kontra yang panas, dengan harapan kita dapat memiliki konstitusi yang bisa mendorong tampilnya sistem tampilnya sistem politik yang demokratis. Asumsinya adalah sistem politik yang demokratis akan melahirkan hukum yang berwatak responsif, yaitu hukum yang bersumber dari suara rakyat, dibuat secara dekmoratis, bersifat aspiratif, dan memeberi batasan kekuasaan terhadap pemerintah secara ketat menghindari terjadinyas kesewenang- wenangan.
Gagasan reformasi konstitusi ini tidak sepi dari tantangan. Sejak awal sudah muncul kelompok dalam masyarakat menolak reformasi konstitusi karena kawatir jika terjadi amademen terhadap UUD 1945 sendi-sendi kehidupan bernegara yang telah ditanamkan oleh para pendiri negara sejauh yang tertuang didalam pembukaan UUD 1945 tidak akan diamademen.
Reformasi konstitusi hanya terbatas pada norma-norma konstitusional, tidak pada prinsif-prinsif konstitusionalnya. Norma-norma itu diatur sedemikian rupa agar prinsif-prinsif konstitusi yang tekandung didalam pembukaaan UUD 1945 dapat di Implementasikan didalam sistim politik yang demokratis.
Proses amademen 1945 berlangsung selama tiga tahun, yaitu sejak bulan oktober 1999 hingga bulan agustus 2002. Proses tersebut dilakukan secara serius melalui berbagai tempat, penyerapan aspirasan aspirasi ke berbagai daerah, studi banding keluar negri, mengundang pakar untuk memeberri pasukan sekaligus ikut dalam perumusan. Produk yang sekarang disebut sebagai UUD 1945 hasil amademen ini merupakan hasil kerja keras dan sudah memenuhi semua prosedur yang ditentukan konstitusi sehingga, suka atau tidak suka, harus diterima sebagai hasil maksimal yang bisa dicapai dalam reformasi konstitusi.
Salah satu produk penting dari reformasi penting dari reformasi konstitusi adalah lahirnya mahkama konstitusi sebagai salah satu puncak kekuasaan kehakiman yang sejajar mahkama agung dan lembaga- lembaga negara lainya. Sebelum mahkama konstitusi dibentuk dengan dua latar belakang. Pertama, untuk memebuke pintu bagi kemunkinan pemgujian produk legislasi oleh lembaga yudisial. Hal ini mengigat pada zaman orde baru dan sebelumnya produk legislasi harus dianggap benar dan hanya di ubah melalui proses legislatif reviuw, yakni diubah sendiri oleh lebaga legislatif. Sebuah produk legislasi akan terus berlaku selama lembaga legislatif masih menghendaki pemberlakunya, tak peduli masnyarakat merasa adil atau tidak. Dengan adanya MK, produk legislasi yang tidak benar bisa dibatalkan melalui judisial review.
Kedua, untuk menyeimbangakan kinerja demokrasi da monokrasi, terutama yang terkait dengan jabatan presiden. Pada masa lalu, upaya penjatuhan presiden hanya didasari oleh alasan plitik. Atas nama demokrasi, seorang presiden harus berhenti dalam masa jabatannya tanpa proses hukum apabila 2/3 dari jumlah anggaota MPR menggarapnya harus berhenti. Namun setelah amademen konstitusi upaya penjatuhan presiden harus didasari oleh alasan hukum. Presiden boleh dijatuhkan melalui inpeachment atau pendakwaan terlebih dahulu kesalaanya secara hukum di mahkama kostitusi.
Dalam pembahasan- pembahasan selanjutnya kompetensi MK tidak hanya terbatas pada jucial review undang- undang terhadap UUD dan forum previligiatum atau penilaian hukum untuk memeberhetikan presiden dalam masa jabatanya tetapi juga meluas menjadi mengadili sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenanganya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu umum, bahkan terakhir ditambah lagi dengan kewenangan memutus sengketa hasil pemilihan umum kepada daerah.
Karena peranannya yang begitu penting pada era reformasi, MK menjadi lembaga negara baru ang sangat penomenal. Dalam 5 tahun terakhir ini MK sudah memutus tidak kurang dari 171 kasus yudisial review. Putusan-putsanya banyak yang menyentak khalayak karena lembaga ini bisa membatalkan undang-undang atau bahkan bisa mengarahkan perubahan isi undang-undang bahkan atau bisa mengarahkan perubahan isi undang-undang sehingga kemudian ia menjadi objek yang menarik.
Dinamkika mahkama konstitusi hukum acara mengalami dinamika hukum acara mahkama konstitusi adalah bahwa didalam perakteknya kadangkala kasus-kasus tertentu majelis hakim MK terpaksa keluar dari hukum acara yang dibuatnya sendiri. Hal ini boleh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tugas MK adalah mengawal konstitusi, termasuk perinsif- perinsif yang ada didalamnya, seperti perisif demokrasi, perinsif perlindungan hak asasi manusia, perinsif kepastian hukum, perinsif kemanfaatan hukum, dan sebagainya manakala hukum acara yang dibuat MK sudah tidak lagi untuk mencapai prinsif-prinsif yang ada dalam konstitusi, majelis hakim bisa keluara dari acara sendiri untuk acara sendiri untuk kemudian secara praktis menentukan putusan berdasarkan pertimbangan untuk menegakkan prinsip-prinsip konstitusi. Dasar kewenangan adalah pasal 45 UU No 24 tahun 2003 tentang MK yang menatakan bahwa dalam memutus perkara hakim konstitusi berdasarkan pada UUD 1945 serta alat-alat bukti dan kenyakinan hakim.
Berdasaran putusan tersebut, MK berpendirian bahwa boleh saja MK berpendirian bahwa bole saja MK buat putusan yang tidak ada paduanya didalam hukum acara, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan boleh keluar dari ketentan undang-undang apabila dalam undang-undang itu tidak memeberi rasa keadilan. Contohnya yang sangat terkenal menegenai hal ini adalah putusan-putusan MK menegenai sengketa hasil pemilukada. Menurut UU No.32 tahun 2004 yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah, dalam sengketa hasil pemilukada tidak dikenal perintah pungutan suara ulang. Pemungutan suara ulang hanya dikenal dalam hal terjadi halangan seperti bencana alam atau huru hara pada saat pemungutan suara dan itu dilaksanakan oleh KPU daerah atas usul panwaslu. Jadi, menurut undang undang itu,pengadilan, termasuk MK, tidak boleh memerintahkan pemungutan suara ulang. Dalam beberapa pemilukada yang masuk ke-MK terdapat banyak pelanggaran yang belum atau tidak diadili lalu ditetapkan oleh hasilnya oleh KPUD. Oleh karena itu, MK berpedirian bahwa pelanggaran-pelanggaran yang belum atau tidak diadili itu sudah tidak mengadili itu sudah tidak mengadili itu sudah tidak memiliki pintu pengadilan lagi kecuali MK,sehingga MK memutuskan memerintahkan pemungutan secara ulang sebagai bentuk pemberian keadilan.
Pada saat MK membut vonis pemungutan suara ulang timbul kontroversi dalam masyarakat. Ada yang mengatakan MK melanggar undang-undang, tetapi ada juga yang mendukung karena MK telah menegakkan keadilan, bukan hanya menegakkan undang-undang sehinga undang-undang yang tidak menegakkan keadilan boleh disimpagi oleh MK demi tegaknya prinsip-perinsip konstitusi. Patut disyukuri bahwa meskipun ada putusan MK yang menimbulkan kontroversi seperti itu namun sejauh ini dalam peraktiknya bisa diterima dan dilaksanakan dilapangan serta dapat menyelesaikan konflik.
Terbertuknya mahkama konstitusi (MK) sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman disamping mahkama agung yang mengembang tugas khusus,merupakan konsepsi yang dapat ditelusuri jauh sebelum negara modern, yang pada dasarnya yang menguji keserasian norma hukum yang lebih rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi. Sejarah modern judisial review, yang merupakan ciri utama kewenangan mahkama konstitusi di Amerika serkat oleh mahkama agung dapat dilihat dalam berbagai perkembanagan yang berlangsung selama 250 tahun, dengan rasa kebencian sampai dengan kebencian penerimaan yang luas.dalam tradisi common law dan sistem konstitusi AS, lembaga mahkama kontitusi yang tersendiri tidak dikenal, tapi fungsinya langsung ditangani oleh mahkam agung. Di eropa kontinental yang disebut demikian itu adalah mahkama konstitusi. Dinegara-negara komunis dan negara lain yang mengnut sistem supermasi parlemen, MK juga tidak dikena.dalam sistem komunis ataupun tradisi inggris dan belanda yang dianut adalah sistem doktrin.
Setelah perang dunia kedua, gagasan mahkama kontitusi dengan judicial review menyebar keseluruh eropa dengan mendirikan mahkama konstitusi secara terpisah dari mahkama agung . akan tetapi, perancis mengadosi konsesi ini secara berbeda dengan memebentuk counstitutional Council. Negara- negara bekas jajahan perancis ini. Ketika uni soviet runtuh, bekas negara- negara komunis dieropa timur semuanya mereformasi negrinya, dari negara otoriter menjadi negara demokrasi konstituonal yang berbeda yang liberal. Konstitusi segera drevisi dalam proses itu,satu lembaga baru dibentuk, yaitu satu mahkamah yang terdiri dari pejabat-pejabat kekuasaan kehakiman denan kewenangan untuk memebatalkan undang-undang danperaturan lain jika ditemukan bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum yang lebih tinggi yaitu konstitusi.
Pembentukan mahkamah kostitusi di indonesia
Bagi negara indonesia, maka sebagai lembaga negara dan pelaksana kekuasaan kehakiman memang dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru. Naamun sebagai gagasan mahkama konstitusi bukanlah suatu gagasan yang baru, karena fungsi pengujian dan peafsiran konstitusi sebagai gagasan sudah lama menjelang indonesia merdeka. Dilihat dari niat para penyusun UUD, legitimasi pengujian undang-undang(contitutional review) penting pula untuk dibahas. Pentingnya isu ini karena sejarah susunan undang-undang dasar 1945 masa lalu ketika sidang badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia (BPUPKI) yang langsung tempatnya pada tanggal 15 juli 1945 masa lalu ketika. Jadi awal mula idenya muncul sejak usul yamin dalam sidang BPUPKI tersebut, agar MA diberi kewenangan memebanding undang undang, tetapi ditolak oleh supomo dengan alasan UUD 1945 tidak dianut ajaran trias politika montesquieu.
Selain itu UUD 1945 sebelum amandemen tidak dapat menerapkan fungsi pengujian undang undang karna menganut supremasi parlemen dengan menempatkan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Menguji undang undang hasil produk legislatif bersama eksekutif sama halnya mencampuri kekuasaan legislatif dan eksekutif.oleh karena itu untuk menjaga kemurnian doktri trias politika undang undang tidak dapat di ganggu gugat sebagai mana yang berlaku di negri belanda, maka mahkama agung tidak di perkenankan menguji undang undang.dan di kembangkan pula doktrin bahwa produk peraturan perundang undangan hanya dapat di cabut oleh pembuatnya sendiri.
Menarik dan penting untuk di teliti berkenaan dengan MK dalam sistem ketatanegaraan UUD 1945 untuk mengetahui dan mencari benang merah yang akan menguatkan akan fungsi MK dalam rangka mewujudkan negara hukum indonesia yang demokratis di masa sekarang dan yang akan datang, atau pengembangan teori mengenai fungsi pengujian undang undang dan bentuk langkah langkah MK dalam mengatasi kendala kendala penegakan konstitusi.dari segi sejarahnya, fungsi pengujian undang undang itu di rencanakan sejak awal pendirian negara republik indonesia, agar MA memiliki kewenangan itu.begitu pula terhadap MPR yang menetapkan undang undang dasar 1945, memberikan kewenangan pengujian undang undang kepada MK selaku pelaksanaan kekuasaan kehakiman di samping MA memang begitulah kejadiannya.
Dilihat dari sejarah pembentukannya MK berdiri sendiri sama MA sama sama menjalankan kekuasaan kehakiman, kewenangan yang berbeda satu sama lain sebagaimana tampak dalam rumusan ketentuan pasal 24 ayat (2) perubahan ketiga UUD 1945 yang selengkapnya di tegaskan bahwa. Kekuasaan kehakiman di lakukan oleh sebuah mahkama agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah mahkama konstitusi.
Berdasahrkan uraian sejarah pembentukan MK tersebut di atas dalam pengamatan terdapat sekurang kurangnya tiga hal yang melatar belakangi pembentukan UUD 1945 yaitu : pertama, ada kekosongan hukum atau tepatnya kekosongan eraturan perundang undangan yang berkenaan dengan pengujian ( rivew) undang undang terhadap UUD. Kedua kekosongan peraturan perundang undangan yang berkenaan dengan kemungkinan timbulnya konflik kewenangan di antara lembaga negara yang ada.ketiga berkenaan dengan alasan yang menjadi dasar pemberhentian presiden dalam masa jabatanya.dan setelah terbentuknya MK semua perkara pengujian undang undang tersebut di limpahkan ke mahkama konstitusi. Secara yuridis MK telah di bentuk pada tanggal 10 agustus 2002 legal estalishment.dan rekruitmen para hakim harus sesuai dengan undang undang yang baru mendapat persetujuan dari DPR RI pada tanggal 13 agustus 2003 dan di sahkan oleh presiden pada tanggal 15 agustus 2003.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Mahkama agung republik indonesia yang memeriksa dan mengadili perkara keberatan terhadap keputusan komisis pemilihan umum daerah dalam tingkat pertama dan terakhir, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara :
  1. H.M AMINSYAM, yang bertempat tinggal di jalan bau mangga II No.10, kelurahan masale, kec Panakukang, Kota makassar, provinsi sulawesi selatan;
  2. Prof DR Mansur Ramly, bertempat tinggal di jalan Racing centre No.A33 Kel Karampuang, Kec Panakukang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi selatan, selanjutnya di sebut sebagai pemohon keberatan;
Melawan
KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH ( KPUD ) PROVINSI SULAWESI SELATAN, berkedudukan di jalan Andi pangeran peterani No.102. Makassar ,provinsi sulawesi selatan selatan, selanjutnya di sebut sebagai termohon keberatan;
Mahkama agung tersebut ;
Telah membaca dan meneliti berkas perkara dan surat surat yang berkaitan dengan perkara ini;
Telah mendengar kedua belah pihak yang berperkara beserta saksi saksi yang di ajukan di persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARA
Menimbang, bahwa pemohon keberatan dengan surat permohonan tanggal 16 November 2007 yang di catat dalam register di kepanitraan mahkama agung dengan No. 02 / P/ KPUD/ 2007 telah mengajukan kebberatan atas keputusan komisi pemilihan umum daerah ( KPUD) provinsi sulawesi selatan No.086/ P.KWK-SS/ XI/2007 tanggal 16 november 2007 tentang penetapan pasangan calon terpilih pemilihan kepala daerah provinsi sulawesi selatan 2007 dengan mendasarkan pada alasan alasan sebagai berikut :
  1. Bahwa pemohon adalah pasangan calon gubernur dan wakil gubernur provinsi sulawesi selatan peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi sulsel periode tahun 2008-2003yang terdaftar pada komisi pemilihan umum daerah ( selanjutnya di singkat dengan KPUD) sulawesi selatan dengan nomor urut 1 ( satu);
  2. Bahwa permohonan keberatan ini bukanlah suatu indikasi adanya pergeseran komitmen dari pemohon yang lebih populer dan di kenal ‘siap kala dan siap menang’ pada proses penyelenggaraan pilkada gubernur sulawesi selatan periode 2008-2013 tetapi harus di pahami sebagai sebuah partisipasi dan kontribusi nyata terhadap penyehatan etika politik hukumdan demokrasi, sehingga penyelenggaraan sekarang ini maupun pada penyelenggaraan berikutnya bisa lebih berkwalitas;
  3. Bahwa pemohon sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur telah berupaya bersaing secara kopentitif dan konstruktif tetapi institusi penyelenggara pilkada yaitu KUPD provinsi ( termohon )beserta seluruh perangkatnya di pandang belum berperan secara optimal sehingga belum mampu mempersempit ruang penyimpangan serta berbagai bentuk kecurangan lainnya baik yang bersifat teknis maupun prosedural.
  4. Bahwa kemudian ketimpangan lebih menajam pada saat termohon menjalankan kewengan atributif yang bersifat distorsif yaitu di satu sisi telah mengakselerasi tahapan tahapan pilkada tetapi, disisi lain telah mengabaikan berbagai macam pelanggaran yang terjadi di dalamnya, sementara hal itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari lingkup kopentensinnya.
  5. Bahwa berdasarkan kecenderungan dan berbagai prilaku termohon, maka pemohon keberatan terhadap penetapan KPUD sulawesi selatan dengan surat penetapan No.086 / P.KWK-SS/XI/2007 tanggal 16 november 2007 tentang penetapan calon terpilih gubernur dan wakil gubernur provinsi sulawesi selatan dalam PILKADA provinsi sulawesi selatan pada hari senin, 5 November 2007 yang hasil perhitungannya di pandang keliru.
  6. Bahwa penghitungan tersebut diatas adalah tidak benar karena adanya kekeliruan dari termohon di beberapa daerah pemilihan antara lain Kabupaten Gowa, Kota Makassar dan Kabupaten Bone.
  7. Bahwa total selisih penghitungan suara (penambahan dan pengurangan) oleh pihak termohon meliputi daerah Gowa, Makassar dan Tanah Toraja sebesar 6.061 suara. Kecenderungan serta pergerakan grafik selisih suara yang dimaksud adalah menambah serta menguntungkan perolehan suara pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Syahrul Yasin Limpo – Agus Arifin Nu’mang. Oleh karena suara tersebut adalah tidak sah (suara siluman) maka konsekuensinya harus ditiadakan/dibatalkan sehingga harus terjadi pengurangan terhadap perolehan suara calon nomor urut 3 dengan perincian yaitu 1.433.257-6.061 suara = 1.426.656 suara. Sementara pasangan calon nomor urut 1 yaitu H.M. Amin Syam – Prof. DR. Mansyur Ramli kehilangan/dihilangkan perolehan suaranya di Kabupaten Bone sebesar 35.291 suara. Dengan demikian seharusnya rill yang diperoleh adalah sebesar 1.440.201 suara dengan kalkulasi dan penghitungan yaitu 1.404.910+35.291 suara.
  8. Bahwa berdasrkan fakta-fakta, hasil penghitungan suara yang benar untuk perolehan suara Pemohon adalah sebanyak :
  1. H. M. Amin Syam – Prof. DR. Mansyur Ramli 1.440.201 suara
  2. H. Abd. Azis Kahhar Mudzakkar – Ir. H. Mubyl Handaling 786.792 suara
  3. H. Syahrul Yasin Limpo – Ir. H. Agus Arifin Nu’mang menjadi sebanyak 1.426.656 suara.
  1. Bahwa berkaitan dengan hal tersebut di atas, akibatnya perolehan suara pemohon menempati urutan kedua yang seharusnya menempati urutan pertama dalam perolehan suara pada pemilihan kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 5 November 2007. Hal ini berdasarkan fakta-fakta yang ada dan bersumber dari keterangan saksi maupun bukti surat (bukti terlampir).
  2. Bahwa selain dari pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan perolehan suara dalam pemilihan calon Gubernur – Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, perlu kami tegaskan bahwa permohonan ini diajukan secara khusus bertujuan memaparkan kenyataan yang lebih prinsip atau mendasar atas pelanggaran nilai-nilai hukum., demokrasi serta asas jujur dan adil sebagai prinsip dalam pelaksanaan Pilkada. Lebih dalam maknanya dari pada itu, adalah untuk membangun tatanan demokrasi yang akan menetukan pembentukan karakter bangsa (Nation Caracter Building) dan pembangunan tatanan pemerintahan yang baik dan yang bersih (Clean Goverment dan Good Goverment) serta tegaknya supermasi hukum, bahwa berdasarkan hal-hal yang di atas, maka pemohon keberatan agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini kiranya dapat memutuskan denga amar putusan yang ditetapkan.

Berdasrkan hasil perhitungan suara ditemukan fakta sebagai berikut :
  1. Bahwa adanya pencoblosan yang dilakukan oleh petugas PPS lebih dari 1 lembar surat suara sampai dengan 50 lembar surat suara, jelas adanya penggelembungan perolehan suara pasangan Nomor urut 3 sebesar 26.027 suara dari perhitungan termohon sehingga perolehan suara pasangan Nomor urut 3 seharusnya dikurangi sebesar 26.027 suara sehingga menjadi 266.025 – 26.027 = 239.998 suara .
  2. Bahwa selisih dari hasil perhitungan suara antara fersi pemohon dan termohon disebabkan oleh karena adanya penyimpangan dan penggelembungan suara yang dilakukan oleh termohon untuk kepentingan pasangan calon nomor urut 3.
  3. Bahwa selain salah penghitungan, ternyata termohon juga melakukan banyak kecurangan-kecurangan dan pelanggaran yang dapat mengubah hasil penghitungan yang diperoleh bagi para calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan.
  4. Bahwa adanya kelebihan/penggelembungan pemilih tetap anggota mengakibatkan kelebihan suara dari pasangan calon tertentu yaitu calon dari pasangan Nomor urut 3 yaitu sebagai berikut :
  1. Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) = Jumlah pemili yang menggunakan hak pilihnya berdasrkan DPT untuk TPS dalam wilayah KPU Kab. Gowa ditambah dengan jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya berdasrkan daftar pemilih tetap (DPT) untuk TPS dalam wilayah KPU Kab. Gowa ditambah jumlah pemilih dari TPS lain dalam wilayah KPU Kab. Gowa.
  2. Bahwa ternyata rekapitulasi pemilihan pada daerah pemilihan Kab. Gowa (formulir DB. I KWK) disebutkan sebagai berikut :
  • Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) = jumlah pemilih yang mengginakan hak pilihnya berdasarkan DPT untuk TPS dalam wilayah KPU Kab. Gowa=341.942.
  • Jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya berdasrkan daftar pemilih tetap (DPT) untuk TPS dalam wilayah KPU Kabupaten Gowa = 58.645.
  • Jumlah pemilih dari TPS lain dalam wilaya KPU Kabupaten Gowa = 2.248.
  • Jumlah Pemilih terdaftar adalah (1+2+3) = 341.942+58.645+2.248= 402.835.
  1. Bahwa kecurangan dan penggelembungan suara secara sistematis terjadi pula di Kabupaten Bantaeng di lakukan oleh termohon dengan jajaran strukturnya dalam berbagai bentuk, aatara lain:
  1. Terdapat wajib pilih terdaftar berulang kali,
  2. Beberapa Petugas KPPS di TPS memilih secara berulang-ulang kali untuk pasangan calo no. 3
  3. Terdapat fakta bahwa wajib pilih yang tidak tidak datang menggunakan hak pilihnya digantikan oleh orang lain dan atau petugas KPPS untuk mencoblos kerts suara untuk pasangan calon Nomor urut 3.
  1. Bahwa kecurangtan dan pelanggaranyang terjadi di Kab. Tana Toraj dilakukan oleh termohon beserta jajaran strukturnya dalam berbagai bentuuk.
  2. Bahwa selain di Kab. Gowa, Bantaeng, Tana Toraja penggelembungan suara termohon juga dilakukan di Kab. Bone yaitu dengan cara melakukan pengurangan suara pemohon secara sistematis dan terencana sebesar 35. 501 versi Desk. PILKADA atau setidak-tidaknya sebesar 28.794 suara versi PANWAS PILKADA Kab. Bone.
  3. Bahwa dari fakta hukum tersebut telah terjadi penggelembungan suara pasangan calon nomor 3 untuk daerah pemilihan Kab. Gowa, Bantaeng, Tana Toraja, dan Bone sebagai berikut :
  1. Untuk daerah pemilihan Kab. Gowa terjadi penggelembungan suara sebesar 28.545 suara.
  2. Untuk daerah pemilihan Kab. Bantaeng terjadi penggelembungan suara sebesar 88.231 suara.
  3. Untuk derah pemilihan Kab. Tana Toraja tejadi penggelembungan suara sebesar 2.654 suara.
Total penggelembungan 119.430 suara, sehingga harus dikurangkan seluruhnya dari perolehan suara pasangan calon nomor 3.
  1. Bahwa selain itu, telah terjadi pengurangan suara perolehan pemohon untuk daerah pemilihan Kab. Bone sebesar 35.501 suara versi Desk PILKADA atau setidaknya 28.794 suara yang harus ditambahkan kepada perolehan suara pasangan calon nomor 1 sehingga hasil rekapitulasi suara PILKADA Provinsi Sulawesi Selatan sebagai berikut :
  • H. M. Amin Syam – Mansyur Ramli = 1.404.910+35.501 = 1.440.441 suara.
  • H. Azis Qahar Mudzakkar – Ir. H. Mubyl Handaling = 786.792 suara.
  • H. Sahrul Yasin Limpo – Agus Arifin Nu’mang = 1.432.572 – 119.430 = 1.313.142 suara.
Sehingga dengan perbedaan suara perolehan yang sangat signifikan tersebut menurut hukum hasil perolehan yang benar adalah hasil yang dilakukan oleh pemohon, umtuk itu demi hukum termohon harus menetapkan hasil suara perolehan pemohon untuk masing-masing pasangan calon yang benar.
  1. Bahwa berkaitan dengan hal tersebut diatas, mengakibatkan perolehan suara pemohon menempati urutan kedua yang seharusnya menempati ururtan pertama dalam memperoleh suara pada pemilihan Kepala Daerah Provinsi sulawesi selatan tanggal 5 November 2007. Berdasarkan fakta- fakta yang ada dan bersumber dari keterangan saksi maupun bukti surat penunjukan adanya perolehan suara secara tidak propesional yang menguntungkan calon yang terpilih yakni Syahrul Yasin Limpo – Agus Arifin Nu`mang dibeberapa daerah kabupaten/kota seperti Gowa dan Bone.
  2. Bahwa selain dari pada yang berkaitan langsung dengan perolehan suara dalam pemilihan Calon Gubernur dan Wakil Calon Gubernur suawesi selatan, perlu kami sampaikan bahwa pemohon ini diajukan secara khusus juga bertujuan memaparkan kenyataan yang lebih prinsip atau mendasar atas pelanggaran nilai-nila hukum, dan demokrasi serta asas jujur dan adil sebagai prinsip dalam pelaksanaan pilkada.
  3. Bahwa Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung bukan semata-mata bertujuan membuat prosedur bagi kemenangan salah satu pasangan calon atau bertujuan akhir terpilihnya seorang Gubernur dan Wakil Gubernur, tetapi lebih jauh dalam maknanya dari pada itu yaitu untuk membangun tahanan demokrasi yang akan menentukan pembentukan karakter bangsa (Nation Character Building) dan pembangunan tatanan pemerintahan yang baik dan bersih (Clean Government and Good Govermance) serta tegaknya supermasi hukum.
  4. Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang diuraikan oleh maka telah terbukti adanya kesalahan penghitung suara di Kabupaten Bone dan kecurangan-kecurangan dari Kabupaten Gowa,Kabupaten Bantaeng secara signifikan serta pelanggaran yang terjadi di Kabupaten Takalar dan Toraja.
  5. Bahwa dengan adanya pengurangan perolehan suara untuk pemohon di Kabupaten Bone dan kecurangan dikabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Tanah Toraja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar